Rabu, 15 Mei 2013

JALUR PENDAKIAN GUNUNG SUMBING


Gunung Sumbing, termasuk gunung tinggi di Jawa terletak di antara wilayah Temanggung dan Wonosobo Jawa Tengah berdiri gagah berdampingan dengan gunung Sindoro di sebelahnya. Gunung bertype strato ini berketinggian 3.371 mdpl, sedangkan kondisi puncaknya terdiri atas batu tebing menjulang tinggi yang dikelilingi oleh kawah - kawah kecil menebarkan asap belerang. Puncak Gunung Sumbing terdiri atas dua puncak, Puncak Buntu, dengan ketinggian 3.362 mdpl dan puncak Kawah, dengan ketinggian 3.372 mdpl.


Lereng Gunung Sumbing merupakan salah satu kawasan yang rawan tanah longsor karena terlalu luas dieksploitasi lahannya untuk ladang tembakau dan sayur - sayuran. Lereng Gunung Sumbing mempunyai tingkat erosi yang paling tinggi diantara gunung - gunung yang berada di sekitarnya sehingga bila kita mendaki gunung ini sejauh mata memandang akan terlihat hampir separuh lereng gunung sudah merupakan daerah perladangan.

Untuk mencapai puncak Gunung Sumbing terdapat satu jalur utama yaitu lewat Kampung Butuh, Desa Garung, Wonosobo. Desa Garung merupakan desa yang terletak di kaki sebelah kanan Gunung Sumbing dan sebelah kiri lereng Gunung Sindoro.

Masyarakat desa ini sebagian besar bermata pencaharian dengan bertani. Jumlah penduduk desa Garung juga tidak terlalu banyak tapi kelihatan sangat makmur. Desa Garung merupakan desa terakhir menuju ke puncak Gunung Sumbing, dapat dengan mudah kita capai karena letaknya yang dilalui jalur Bus / minibus dari arah Magelang menuju ke Wonosobo atau sebaliknya.

Dari Magelang kita naik bus jurusan ke Wonosobo dan turun sebelum Kota Wonosobo sekitar 16 Km tepatnya di Gapura Desa Garung ( Pasar Reco ). Untuk mencapai jalan pendakian yang menuju ke puncak Gunung Sumbing dari Gapura Desa Garung kita menuju ke Kampung Butuh melalui jalan berbatu, sekitar 0,5 jam dengan jalan kaki atau naik ojek.

Setelah sampai di Kampung Butuh, kita melapor pada pak Zamroni, Kamituwo kampung ini untuk minta ijin pendakian ke Gunung Sumbing. Di rumahnya ini kita bisa bermalam untuk melanjutkan pendakian esok hari atau istirahat sebentar dan melanjutkan pendakian pada malam hari. Untuk kebutuhan air sebaiknya dipersiapkan dikampung ini, karena selama perjalanan kepuncak tidak ada mata air dan kalau kita memerlukan pemandu gunung ( porter ) kita bisa mendapatkan di desa ini.

Dari Kampung Butuh ini terdapat dua jalur pendakian yaitu Jalur Baru dan Jalur Lama. Jalur Baru di buka karena jalur lama sudah terkena erosi yang menyebabkan jalur agak sulit untuk dilalui. Panjang jalur dari Desa Garung sampai ke puncak Gunung Sumbing lewat jalur lama, 7 Km dan Jalur Baru, sepanjang 0,5 Km.


JALUR PENDAKIAN LAMA
Dari Kampung Butuh, perjalanan kita lanjutkan menuju perbatasan antara hutan dengan ladang jaraknya sekitar 4,5 Km dari kampung Butuh, maka kita akan sampai di Boswisen. Di Boswisen ini terdapat sungai kecil, bila musim hujan terdapat air dan bisa kita pergunakan untuk keperluan memasak dan minum.

Setelah sampai di Boswisen perjalanan kita teruskan menuju pertigaan yang dinamakan Bukit Genus, sekitar 2 jam melalui tanjakan - tanjakan yang cukup melelahkan. Setelah sampai di Bukit Genus kita bisa beristirahat sebentar sambil menikmati pemandangan karena lokasinya yang cukup datar.

Lalu perjalanan kita teruskan lagi melewati banyak tanjakan terjal menuju Pestan atau Pasar Setan , selama 2 jam perjalanan. Kawasan Pestan banyak di tumbuhi rerumputan, dan seringkali terjadi badai yang menerpa wilayah ini sehingga mengakibatkan bahaya saat melakukan pendakian.

Dari Pestan jalan semakin curam dan agak sulit di lalui sepanjang 0,5 Km, kita akan menemui batu besar, yang dapat dipergunakan sebagai tempat berlindung dari hembusan angin yang keras, tempat ini dinamakan Batu Kotak. Dari Batu Kotak perjalanan kita teruskan menuju di kawasan Tanah Putih, sekitar 1 jam perjalanan lalu kita dapat langsung menuju ke puncak. Dari Batu Kotak untuk mencapai puncak Gunung Sumbing membutuhkan waktu 2 - 3 jam lagi perjalanan pendakian.

JALUR PENDAKIAN BARU
Bila kita ingin melewati jalur baru dari Kampung Butuh kita menuju ke kawasan Boswisen sebelah barat yang membutuhkan waktu 2 jam perjalanan, melewati jalan berbatu dan menanjak. Boswisen merupakan batas ladang dan hutan pinus milik PERHUTANI dan terdapat pondok yang merupakan Pos I. Pos ini bisa dipergunakan untuk bermalam bila kita tidak bermalam di desa dan pagi harinya kita meneruskan perjalanan.

Dari Pos I Perjalanan kita lanjutkan menuju ke pos II yang dinamakan Pos Gatakan, sekitar 3 Km. Dari pos II perjalanan kita lanjutkan sampai menemui pertigaan, yang merupakan pertemuan jalur lama dan jalur baru, sekitar 1 - 1,5 jam.

Seterusnya perjalanan kita teruskan melewati jalur lama menuju ke puncak. Puncak Gunung Sumbing berbentuk kaldera kecil yang bergaris tengah 800 meter, dengan kedalaman 50 - 100 meter dan beberapa puncak yang runcing dan sulit untuk dicapai. Dari Desa Garung ke puncak membutuhkan waktu 7 - 8 jam perjalanan, sedang turunnya membutuhkan waktu 5 jam.


Gunung Sumbing Lewat Kaliangkrik Magelang

Pendakian Gunung Sumbing lewat Kaliangkrik, mungkin belum banyak yang tahu tentang jalur tersebut. Saya melihat buku tamu di pondok pendakian yang terisi hanya sedikit. Dari tahun 2011 sampai 2012 saja bisa dihitung jari berapa jumlah rombongan yang naik. Awal ceritanya kami (Sidiq dan Aan) merencanakan untuk naik ke Gunung Slamet, karena Gunung Slamet saat itu habis kebakaran dan akhirnya Aan sms basecamp bambangan terlebih dahulu untuk memastikan. Hasil dari sms itu pun kurang mengenakkan karena pendakian Gunung Slamet lewat bambangan ditutup. Mungkin belum berjodoh untuk mendaki Gunung Slamet. Akhirnya kita mencari alternative lain, kita mendaki gunung yang lain, pertama mencari info untuk ke lawu melalui candi cetho, setelah mencari di google, hasilnya pun kebakaran, kemudian mencari informasi untuk ke gunung sumbing, tetapi tidak lewat garung wonosobo karena sudah pernah dan ganti suasana. Hasil dari pencarian di sumbing pun juga kebakaran, tetapi saya menemukan sebuah blog tentang perjalanan ke sumbing lewat kaliangkrik magelang, yang menurut saya akses kesana lebih dekat kalau dari jogja daripada jalur lain seperti cepit dan bowongso. Akhirnya diputuskan untuk mendaki sumbing, kalau masih ditutup langsung saja lari ke merbabu karena masih deket deket magelang, tetapi Aan sebelumnya sms basecamp garung untuk bertanya sudah bisa didaki apa belum gunung sumbing habis kebakaran, dan hasilnya pun bisa. Pada hari jumat sebelum berangkat pun Harun dan temannya (Panjul) memutuskan untuk ikut mendaki. Kita pun berkumpul di kosan imam untuk bisa berangkat bersama.
Akhirnya kita berangkat dari kosan Imam hari jumat tanggal 12 oktober 2012 jam 8.30 pm. Perjalanan baru sampai tempel sleman kita sudah diguyur hujan deras. Kita pun melanjutkan perjalanan dengan menggunakan jas hujan. Di jalan kita sambil tanya tanya ke orang kemana arah kaliangkrik, karena kita belum pernah kesana sebelumnya. Setelah bertanya sekitar 4 kali, akhirnya kita sampai di sdn temanggung, di sd ini ada gang masuk menuju dusun butuh, kelurahan temanggung, kecamatan kaliangkrik, kabupaten magelang, itu adalah alamat yang kami tuju, dan kita pun bertemu orang, awalnya berniat untuk bertanya jalan ke dusun butuh, tapi malah diantarkan. Di jalan motor saya tidak kuat untuk berboncengan dengan membawa 2 carier isi penuh, dan saya pun pindah membonceng ke motor mas masnya yang mengantar. Setelah di jalan ngobrol ternyata mas masnya ruahnya sebelah dusun butuh, walaupun terpisah sawah sawah yang luas tapi baiknya dia mengantar sampai rumah kepala dusun.
Untuk informasi saja, pendakian lewat kaliangkrik ini tidak ada basecamp, untuk mendaki bisa menuju ke rumah pak kadus. Petunjuk jalan untuk menuju kesana masih kurang, sangat disarankan untuk siang kalau menuju kesana karena kalau malam sudah jarang aktivitas dan susah untuk bertanya.
Setelah sampai di rumah pak Kadus, saat itu yang punya rumah kebetulan ada di luar, mungkin karena ada suara motor. Kemudian kita langsung dipersilahkan masuk rumah dan disuguhi minuman hangat dan makanan. Setelah ngobrol ngobrol dengan pak Kadusnya, kami pun istirahat untuk mempersiapkan pendakian besoknya.
Pagi pun tiba, saya pun masih enak dengan tidur sedangkan Aan, Harun, dan Panjul pergi mencari makan untuk bekal di atas dan sarapan. Setelah mereka datang, saya pun bangun. Kita makan bersama sama, setelah makan ada tamu dari Jakarta yang kebetulan mau naik juga. Namanya mas Wawan, dia mau naik sendirian saja, bawaannya sebesar kulkas, mungkin karena naik sendirian itu trus semuanya dibawa. Setelah mas Wawan bertemu dengan tuan rumah dan sambil mengisi buku tamu kita kemudian packing.
Setelah selesai packing kita pun berangkat bersama mas Wawan. Kita berangkat jam 8.40 am. Baru beberapa jalan mas Wawan menyuruh kita untuk duluan, mungkin dia ingin sendiri dan sudah diniati untuk naik sendirian. Akhirnya pun kita meninggalkannya. Medan yang kita lalui adalah tangga berbatu, seperti halnya naik lawu lewat cemoro kandang. Jalan tersebut adalah jalan warga untuk mencari kayu bakar dan rumput. Sering kita menjumpai ibu ibu membawa kayu besar besar, mungkin berat kayunya lebih berat dari carrier yang kita bawa, bahkan bisa dua kalinya, sungguh hebat warga lereng gunung sumbing ini. Kita saja dengan membawa carrier naik udah sering banget istirahat, apalagi kalau bawa kayu itu ya? Mungkin bisa lebih sering lagi istirahatnya.

Awal Jalan Bertangga (tanah).

Pendekar.

Pendekar Ibu-Ibu.
Jalan bertangga batu memang sangat melelahkan, apalagi jalan tidak ada bonusnya. Kita sampai penghabisan tangga jam 12.14 pm. Setelah tangga berbatu, jalan tanah dan agak landai, tidak naik seperti saat tangga. Track di sini sampai puncak merupakan sabana, kalo menurutku kayak di sembalun, ada sungai sungainya juga, tapi kalo ini agak nanjak dikit. Di jalur ini saya melihat ada 10 sungai, di blog yang saya liat dulu ada 9 sungai, kata pak kadusnya ada 5 sungai, saya juga bingung mana yang benar, takutnya saya salah liat dan salah mengira kalau itu sungai. Soalnya sungainya berdekatan, jalan 5 menit saja sudah sampai sungai berikutnya. Tetapi yang beneran sungai dan jelas jelas itu adalah sungai dimana menjadi tempat peristirahatan siang, dimana setelah sungai naik dan banyak pohonnya, nah menurut perhitungan kami itu adalah sungai ke sembilan. Sampai di sungai ke sembilan itu jam 1.38 pm. Di sungai tersebut kita bertemu mas Wawan karena kita lama beristirahat dan kemudian kita berangkat jam 2.42 pm, naik bareng lagi tetapi tetap saja dia jalan belakangan.

Sungai ke-9.
Setelah sungai ke sembilan itu jalan naik melewati beberapa pepohonan. Jam 3.14 pm bertemulah dengan sungai ke sepuluh. Setelah itu jalan agak naik, dan melewati jalan air (apabila hujan, jalan akan menjadi parit). Setelah jalan beberapa puluh menit, saya pun melihat pohon, di mana pohon itu terletak di tempat landai dan agak luas. Di blog yang saya lihat dulu sih namanya pos pohon tunggal. Di tempat ini bisa untuk membuat tenda. Cukup untuk membuat 3-4 tenda ukuran 4 orang. Karena kelihatanya puncak tinggal dikit lagi dan sampai situ baru jam 4.15 pm, kami pun melanjutkan perjalanan ke puncak dan mendirikan tenda di kawah. Tetapi kami beristirahat dulu di pos pohon tunggal dengan berfoto foto dahulu. Kita mulai naik lagi jam 4.51 pm, jalan naik seperti halnya naik ke puncak gunung yang pernah saya daki, tetapi hanya saja jalan tanah tetapi tanah agak labil karena habis diguyur hujan kemarin.

Jalan Setapak di Sabana.

Pos Pohon Tunggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar